Fans Page

Tuesday, March 13, 2012

Trend Fashion 2012


13113231251946681964
Fashion merupakan kata terpopuler di kalangan masyarakat. Kehadiran fashion juga sangat penting untuk penampilan dan selalu berkembang dari tahun ke tahun sesuai lingkungan dan zaman. Ditahun 2011 ini kita disuguhkan dengan gaya sexy chic dan casual ala anak muda. Busana ditahun ini pun bergaya natural dan mengikuti gaya fashion retro di tahun 1970an. Walaupun fashion selalu berkembang tetapi sebenarnya mereka hanya mencontoh fashion di abad 19 dan hanya merombaknya menjadi lebih baru dan tidak terlihat kuno. Seperti contoh di tahun 2011 kita sering melihat gaya punk street yang terkenal di tahun 1970-1980. Perkembangan fashion pun terkadang mengikuti perkembangan musik, gaya artis, lingkungan. Ditahun ini pula fashion lebih mengarah ke Asia Timur seperti Korea, China, dan Jepang.
1311323143808285093
Trend fashion 2011 memang sudah basi, sekarang yang sedang dipertanyakan oleh para pemuja fashion dan designer adalah bagaimana karakter fashion tahun 2012. Tahun yang digosipkan menjadi tahun terakhir manusia ini memang merupakan tahun sakral menurut saya. Kita tidak perlu mengomentari gosip tidak berdasar itu. Teka- teki di balik fashion 2012 adalah ditahun ini. Ditahun 2011 masyarakat cendrung mengikuti fashion ala Korea, Retro 1970, ataupun gaya Lady GaGa. Menurut saya fashion yang trend di 2011 merupakan fashion yang terlalu kaku, lalu mengapa kita tak merubah kekakuan itu menjadi lebih santai.
1311323215666503444
Menurut saya busana santai bisa menjadi pilihan untuk Anda ditahun 2012 nanti. Busana yang memiliki siluet atau potongan yang terlalu dramatis dan ribet lebih baik ditinggalkan saja. Ditahun 2012 sepertinya akan didominasi dengan baju-baju t-shirt dengan gambar unik dengan gaya klasik dan juga celana jeans bermotif serta colourfull. Kemeja berwarna kalem seperti krem, kuning muda, biru muda, broken white, ataupun warna-warna dingin. Celana atau rok high waist sepertinya masih diminati namun untuk celana jeans denim masih di minati. Tingalkan legging atau stocking buat Anda kaum perempuan karena itu sudah basi dan ketinggalan zaman mungkin Anda bisa ganti dengan celana model Boot Cut. Untuk gaun, Anda lebih baik memilih gaun beraksen casual dan santai.
1311323260545140659
»»  NEXT...

Profile Dian Pelangi : Cantik Muda Berbakat Dan Populer


 DSC_0237.
Dian Pelangi resah setiap mendengar wanita pemakai jilbab atau hijab dicitrakan kuno, tua, dan kampungan. Tumbuh di keluarga kental tradisi Islam, ayah pengusaha garmen, dan ibu pemilik butik muslim, ia pun tertantang membuat perubahan.
Berbekal pendidikan tata busana dan agama, ia ambil alih usaha butik ibunya. Tanpa menerjang pakem syariat Islam, ia perlahan mengubah citra negatif busana muslim lewat rancangannya yang stylish dan trendy.
RIMG_2258-2ancangannya tak hanya memikat muslimah tanah air, tapi juga mancanegara. Bahkan, mereka yang tak mengenakan hijab. “Saya tertantang mencipta fashion muslim yang berbeda. Karena selama ini berbusana muslim itu dianggap nggak keren, kampungan,” kata pemilik nama Dian Wahyu Utami itu.
Di tengah sukses sebagai perancang muda, wanita kelahiran 14 Januari 1991 itu menelurkan ‘Hijaber Community’. Komunitas muslimah muda yang aktif membagi tips dan pengalaman terkait hijab dan Islam. Kegiatannya mulai dari islamic fashion show, tutorial memakai hijab, tausiyah, dan pengajian.
Meski baru resmi berdiri awal tahun ini, komunitas yang ia bangun sudah menarik minat sedikitnya 14.500 follower di Twitter, dan lebih 19.000 pengguna Facebook. “Lewat komunitas ini, kami ingin mengsinpirasi wanita untuk mengenakan busana muslim.”
Di sela kesibukan sebagai perancang dan pendiri ‘Hijabers Community’, Dian menyempatkan diri berbincang dengan VIVAnews di butiknya, Bintaro, Jakarta Selatan, pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana awal kisah terjun ke fashion muslim?
Sejak kecil, saya memang disiapkan orangtua untuk melanjutkan usaha garmen dan butik. Lulus SMP, saya disekolahkan di SMK 1 Pekalongan jurusan Tata Busana. Sempat malu, tapi sekarang malah bersyukur, he he he …

Lulus SMK, saya mulai diberi tanggung jawab mengurus butik ‘Dian Pelangi’ di Jakarta sambil melanjutkan sekolah ke ESMOD selama setahun. Setelah itu juga sempat mengambil kursus Bahasa Arab di Kairo, Mesir, untuk menambah pemahaman mengenai pakem-pakem agama Islam dalam berbusana.
Tahu_MG_0314n 2009, saya diajak gabung ke Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI). Saya menjadi anggota termuda di asosiasi itu.
Pertama kali fashion show?
Pertengahan tahun 2009. Saya diajak Kementrian Pariwisata menggelar fashion show di Melbourne, Australia. Saya terkejut, karena ternyata ada perancang senior Iva Latifah juga. Sementara saya masih 18 tahun waktu itu.
Alhamdullilah responsnya bagus. Sampai ada ulasan di koran terkemuka setempat The Age. Mereka takjub dengan kolaborasi religi dan style yang saya buat. Mereka tidak menganggap aku aneh, atau mengait-ngaitkan busana muslim dengan terorisme.
Mereka apresiasi banget. Banyak juga bule yang borong, karena kan memang potongannya universal, bisa dipakai tanpa kerudung.
Dari situ aku semakin tertantang membuat baju muslim yang stylish, tanpa harus dengan bahan mahal.
Momentum yang paling menentukan karier?
Jakarta Fashion Week 2009. Saya tampil sebagai desainer junior pendatang baru. Responsnya luar biasa. Semua orang sepertinya membicarakan saya dengan banyaknya ulasan di media cetak, elektronik, dan internet.
Ajang ini yang sepertinya membuat saya makin dikenal dan mendatangkan undangan fashion show ke mancanegara. Ini menjadi batu loncatan yang bagus banget bukan hanya untuk aku tapi untuk semua fashion disainer Indonesia.
Dari situ, koleksi saya dilirik Kementrian Pariwisata untuk dibawa ke London, Inggris, April 2010, dalam acara ‘Indonesia Is Remarkable’ di Harrods. Tapi, sebelumnya saya juga sempat diajak pameran oleh Kementrian Perindustrian dan Perdagangan ke Abu Dhabi. Dan, responsnya selalu positif.
DSC_0768
Rancangan Dian Pelangi sudah menjelajah ke mana saja?
Beberapa wilayah Timur Tengah seperti Dubai, Abu Dhabi, Kairo, Jordania. Juga Malaysia, Singapura, Perth, Melbourne, London. Akhir tahun ini, insyaAllah ada muslim world exhibition di Paris.
Sudah banyak juga yang menawarkan untuk membuka butik di luar negeri, tapi saya masih butuh banyak pengalaman. Banyak juga tawaran untuk sekadar memasarkan koleksi-koleksi saya di Dubai, Jordania, bahkan Belgia.
Ada trik saat membawa koleksi ke mancanegara?
Saya selalu survei dulu budaya dan tren masyarakat setempat. Misalnya, saat ke Australia, saya pilih model-model coat atau maxi dress. Kalau ke Timur Tengah, saya buat model-model Kaftan. Ini mungkin yang membuat busana saya juga mudah diterima di setiap tempat yang saya datangi.
Inspirasi rancangan Anda?
Saya sangat suka dengan gaya busana Timur Tengah. Saya mulai mengamati gaya busana mereka sejak saya sekolah di Mesir. Saya pikir, mereka yang paling menjiwai bagaimana cara berbusana muslim yang baik. Ini sangat menginspirasi saya dalam mendesain busana muslim.
Tapi saya tak terpaku pada gaya mereka. Saya juga suka mengadopsi gaya busana masyarakat Eropa saat musim dingin. Dari situ saya mulai mencoba merancang busana tapi tetap dengan memadukan ciri khas budaya Indonesia, seperti jumputan, songket, dan batik.
Saya ingin mengangkat pengrajin asli Indonesia, agar hasil kerajinan mereka dikenal masyarakat luas.
Pakem rancangan busana muslim?
Yang jelas, bahannya nggak boleh transparan, desainnya nggak boleh membentuk tubuh, auratnya harus tertutup rapat, tidak mengundang perhatian orang, dan nggak terlalu heboh.
Cuma kan masing-masing juga ada tolak ukurnya. Kita juga harus memperhatikan perkembangan zaman. Kalau tidak, kita semakin sulit menginspirasi seseorang untuk mengenakan busana rapat dan menggunakan hijab.
Dulu orang menganggap mengenakan busana muslim selalu identik dengan gaya yang kampungan, tapi sekarang kan tidak lagi, mereka yang berbusana muslim juga bisa tetap tampil bergaya namun aurat tetap terjaga.
Ada yang kontra dengan karya Anda?
Bagi sebagian kalangan, desain saya mungkin ada yang agak ekstrim. Ada yang bilang Dian Pelangi busananya nggak mencirikan Islam. Itu jadi masukan.
Ada juga yang bilang Dian Pelangi sukses karena ibu dan bapaknya. Ini memang usaha warisan, tapi seharusnya mereka melihat setelah saya pegang grafiknya menurun, naik, atau stag. Yang pasti, nggak mudah meneruskan usaha ini.
Ciri khas busana Dian Pelangi?
Setiap desainer harus punya karakter. Yang selalu saya tekankan adalah corak warna-warni sesuai label ‘Pelangi’ yang saya pakai. Minimal ada 2 -3 warna dalam setiap rancangan saya. Harapannya, tanpa melihat label, orang sudah tahu itu rancangan saya. Kalau tidak, bisa dicap rancangan orang lain.
Material kain impor atau lokal?
Tenun, songket , batik, dan jumputan diproduksi sendiri di Pekalongan. Bahannya pun asli Indonesia. Khusus jumputan yang memang asli Palembang, biasanya saya desain dulu gradasi warnanya baru dijumput. Kalau tenun, bapak saya menekuni sejak lama.
Ada berapa karyawan?
Di Jakarta sekitar 50 orang. Di Pekalongan sekitar 300 pengrajin.
Kemampuan produksi dalam sebulan?
Saya punya beberapa jenis produk, yaitu Batik Pelangi, Dian Pelangi, Bride Pelangi, dan Tenun Pelangi. Ada kategori mass product dengan harga berkisar Rp50-400 ribu, dan special product Rp500 ribu sampai Rp3 juta.
Total sebulan bisa produksi 1.000 potong baju. Tapi, memasuki bulan Ramadan ini permintaan bisa meningkat tujuh kali lipat.
Tren Ramadan tahun ini?
Ramadan tahun ini, koleksi kami tetap mengacu pada model-model busana Timur Tengah, celana harem, atau gaya-gaya Arab urban. Trennya masih seperti itu, mungkin dengan paduan bebatuan kekemasan.
Tips berhijab ala Dian Pelangi?
Kerudung kan memiliki gaya macem-macem, tapi aturan yang harus diikuti. Jangan terpaku pada komentar orang. Keluarkan saja personal style kamu, asal gayanya nggak terlalu berlebihan.
Untuk malam, pilih kerudung warna-warna gelap, seperti hitam, maroon, ungu, abu-abu atau sesuaikan dengan acaranya. Untuk siang hari, gunakan warna-warna lembut. Jika baju sudah penuh motif, kerudung jangan terlalu ramai. Sebaliknya, kalau kerudungnya sudah ramai, baju netral saja.
Gaya busana Dian Pelangi banyak ditiru dan jadi tren?
Ini menjadi sesuatu yang saya sangat syukuri. Alhamdulillah bisa saling menginspirasi gaya berbusana kaum muslimah. Ini juga tak lepas dari keberadaan teman-teman di ‘Hijabers Community’ yang turut mempopulerkan gaya busana Dian Pelangi lewat event-event yang kami gelar.
Yang belakangan banyak diminati adalah busana casual dari bahan kaos yang dijumput (tie dye). Saya pikir kaos material yang tepat karena ringan, simpel, dan tidak terlalu mahal.
Apa itu ‘Hijabbers Community’?
Ini bermula puasa tahun lalu. Saat itu, ada undangan banyak untuk fashion show saya. Teman baik saya, Ria Miranda, usul kenapa nggak undang para muslimah remaja aja. Nonton fashion show sekalian buka bersama. Akhirnya, kami sebar undangan lewat jejaring sosial, kami juga gandeng para fashion blogger.

Animonya ternyata bagus, dari 30 kursi yang kami pesan untuk buka puasa ternyata yang datang sampai 50-an orang. Dari situ, ada sekitar 30 orang yang intens berkomunikasi. Januari 2011 mulai terbentuk komunitas itu dan, Maret 2011 kami resmi launching.
Kegiatannya nggak hanya mengadakan persiapan fashion show, tapi ada juga acara pengajian rutin, tausiyah. Jadi nggak sekedar kumpul-kumpul haha hihi dan ngomongin fashion aja, jadi ada pengajiannya juga, nggak melulu fashion show.

Ada yang bilang ‘Hijabers Community’ seperti sosialita berjilbab?
Nggak gitu. Kami hanya sebagai wadah yang ingin mengsinpirasi wanita untuk mengenakan busana muslim. Karena selama ini berbusana muslim itu dianggap nggak keren, kampungan, nggak bisa tampil trendy.
Banyak juga yang bilang pake kerudung itu nggak bisa sukses dan berkembang. Lewat komunitas ini kami tunjukkan kalau ternyata banyak muslimah yang kariernya bagus.
Kami nggak sekadar kumpul ketawa-ketawi dan pamer barang mewah. Kami memang senang kumpul untuk tukar informasi mengenai fashion dan senang berpakaian bagus, tapi apa yang kami sebenarnya juga busana rancangan teman-teman sendiri.
Prinsip kami, syiar itu nggak mesti dilakukan di masjid, bisa saja syiar (menyebarkan ajaran-ajaran Islam) dilakukan di mall dengan memakai busana muslim yang menarik. Nggak zamannya lagi seorang muslimah itu tertutup.
Alhamdulillah di komunitas ini kami selalu saling mengingatkan, seperti ketika pake kerudung kelihatan rambut atau leher, kami saling mengingatkan. Kami membuat komunitas tapi tetap ada pakem-pakem muslimahnya.
Syarat jadi anggota ‘Hijabers Community’?
Yang pasti harus memakai hijab. Saat ini, anggotanya baru 30 saya, yang tergabung dalam komite kepengurusan dengan rentang usia 20-30 tahun. Sejauh ini, sudah ada cabang di Bandung dan Yogyakarta.
Kami sedang pikirkan untuk menerima lebih banyak anggota dan membuat kartu identitas. Karena di sini kami juga nggak asal ngambil orang untuk jadi anggota. Yang pasti harus diseleksi. Tapi, kalau mereka yang selalu intens mengikuti kegiatan kami jumlahnya sangat banyak.
Tantangan membangun ‘Hijabers Community’?
Kami sering dicap sebagai wanita gaul berjilbab yang mau eksis doang. Tapi, justru kami jawab dengan melakukan banyak kegiatan positif dan amal. Terserah orang mau bilang apa, dan Alhamdulillah komunitas ini lebih banyak manfaatnya dari pada mudaratnya.
Impian ke depan?
Saya ingin bikin Adibusana Muslim, biar nantinya fashion muslim sejajar dengan fashion-fashion di Paris termasuk juga sejajar dengan Milan Fashion Week.
Bersama teman-teman di ‘Hijabers Community’, kami bercita-cita mengangkat dan mendukung Indonesia menjadi pusat fashion muslim di dunia. Kalau bukan kita yang mengangkat busana muslim, siapa lagi. (eh)
~ Semoga Bermanfaat dan Menginspirasi Anda ~
Sumber : VIVAnew.com
Foto : dianrainbow.blogspot.com/
»»  NEXT...

Itang Yunasz : Icon Designer Busana Muslim


Itang Yunasz merupakan ‘trendsetter’ busana muslim modern di Indonesia…

Itang Yunasz adalah tokoh atau icon perancang mode busana muslim bergaya modern di republik tercinta ini. Pria kelahiran Jakarta, 31 Desember 1958 ini adalah putra dari pasangan almarhum Yunas Sutan Pangeran dan Yuliana, yang kini tinggal serumah bersama Itang. Sejak kecil, Itang sudah bercita-cita menjadi perancang mode di kemudian hari. Ia memimpikan bisa pergi ke Paris. Iapun mulai suka menggambar sketsa desain saat berusia 10 tahun.
Itang terinspirasi dari ibundanya yang suka menjahit pakaian, sedangkan almarhum ayahandanya pernah berkarir di militer. Meskipun seorang militer, Itang menegaskan, “Ayah adalah seniman tulen karena memang dia bisa membuat patung, melukis, dan bahkan menggunakan kain perca dari jahitan ibu untuk dijadikan lukisan.” Itang merasa kagum karena ibundanya bisa membuat baju hanya dengan lembaran-lembaran kain. Memang baju-baju itu tak dijual oleh sang ibunda, tapi hanya dibuat untuk anak-anaknya sendiri saja.
Saat berada di bangku SMP, Itang sering membaca majalah dan tiap kali melihat gambar atau foto Menara Eiffel di Paris, ia dalam hati berkata, “Kapan aku bisa ke sana?” Saat itu perancang mode yang terkenal di Indonesia hanya ada Non Kawilarang, Iwan Tirta dan Peter Sie.
Tahun 1979, Itang memberanikan diri mengikuti Lomba Perancang Mode yang diselenggarakan oleh majalah Femina, sayang sekali ia tidak menang, karena yang keluar sebagai juaranya adalah Samuel Wattimena. Bahkan Itang tidak masuk 10 besar sekalipun.
Pada satu waktu, Itang diberitahu oleh temannya yang berdomisili di Singapura bahwa perancang mode Renato Balestra dari Italia akan mengadakan show di sana. Itangpun kemudian terbang ke Singapura dan bersama temannya menyaksikan show tersebut. Ia sangat antusias melihat dengan mata kepalanya sendiri peragaan busana karya Balestra dan iapun berkesempatan menemui Balestra usai peragaan busana sambil berujar, “Saya ingin seperti kamu!” Dari situlah, ia lalu menerima tawaran dari sang desainer Italia tersebut untuk studi sambil magang ke rumah modenya di Roma dan terwujud pada tahun 1980 selama setahun.
Awalnya kedua orangtuanya mempertanyakan hasrat Itang untuk studi mode di Roma. Seperti kebanyakan orang tua pada masa itu, ia dipertanyakan apa jadinya di masa depan dengan menjalani profesi sebagai perancang mode, manakala saat itu masih sangat sedikit kaum pria yang menekuni bidang yang satu ini. Sebenarnya orang tua Itang tidak melarang cita-citanya, tapi hanya menasihati bahwa selama ia yakin bahwa ini memang masa depannya, mereka pasti mendukung sepenuhnya. Itangpun berhasil meyakinkan orang tuanya, penghasilan pertamanya langsung ia berikan kepada mereka.
Tahun 1980 Itang absen dari ajang Lomba Perancang Mode karena dia berguru pada Balestra. Selama studi di Roma, Itang banyak berpikir dan berusaha memahami selera orang-orang Indonesia soal busana. Karena Italia itu terkenal sebagai tempat baju siap pakai, sehingga Itang terpengaruh dengan hal-hal yang dipelajari dan dilihatnya, untuk kemudian ia memilih fokus membuat baju-baju ready to wear yang diproduksi dalam jumlah banyak. Sebagai perbandingan di Paris, mereka fokus untuk couture, hanya satu desain saja dan pasti beda.
Usai menimba ilmu di rumah mode Balestra, Itang kembali ke tanah air dan membuahkan hasil ketika ia menjadi runner-up pada Lomba Perancang Mode pada tahun 1981. Pada ajang bergengsi ini, Itang memilih tema ‘Angin Timur Angin Barat’ dengan memberikan sentuhan-sentuhan dari Srilanka, Thailand, Jepang dan Sumatra yang dikemas dengan gaya internasional. Itulah awal karir Itang Yunasz dalam berkiprah secara total sebagai perancang mode.
“Hadiah sebesar Rp 2 juta saya jadikan modal pembukaan usaha, ditambah dengan baju rancangan saya yang laku Rp 4 juta karena dibeli oleh istri dari dokter ahli jantung Michael Elias DeBakey dari Houston, Texas,” kenang Itang. Pada awal bisnisnya itu, Itang tidak mempunyai tukang jahit, sehingga, misalnya saja ia harus pergi sendiri ke daerah Mayestik, Kebayoran Baru. Namun, kini ia memiliki 50 orang penjahit, 5 diantaranya merupakan penjahit sejak awal ia menekuni bisnisnya.
Orang mengenal Itang Yunasz tak saja sebagai perancang mode, tapi juga sebagai penyanyi, bintang iklan dan pemain film. Menyanyi memang hobi masa kecilnya, ibaratnya ia tak bisa melihat ada microphone nganggur.

Selama menggeluti profesi sebagai penyanyi sambil tetap menjalani profesi sebagai perancang mode, Itang pernah berada di persimpangan jalan. Ia mempertanyakan dirinya sendiri, karena merasa profesi sebagai penyanyi bukanlah profesi sesuai dengan panggilan hatinya. Itang merasa perancang modelah profesi yang cocok bagi dirinya.
Suatu ketika, seorang pengamat mode Cynthia Sujanto (almarhumah) mengatakan padanya bahwa Itang harus membuat pilihan dari berbagai profesi yang digelutinya secara simultan. Dalam kesibukannya menjalani multi profesi, Itang selama empat kali berturut-turut pernah masuk nominasi sebagai perancang mode terbaik di Indonesia tapi tidak pernah sekalipun menjadi pemenangnya. Ia menyadari bahwa saat itu ia tidak fokus dengan keberadaannya sebagai perancang mode sehingga ia mengalami pasang surut.
Atas dasar teguran atau wake-up call dari Cynthia itulah, Itang kemudian membuat keputusan dan akhirnya hanya fokus sebagai perancang mode. Itang yang sedang meraih popularitas sebagai penyanyi saat itu bahkan sempat dikontrak oleh Pangeran Brunei selama beberapa tahun dan tentu saja menerima honor yang sangat besar. Berkat penghasilan yang besar dari Pangeran Brunei, Itang menjelma menjadi globetrotter; ia sering berlibur ke Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Tapi ia tetap senantiasa ingat kepada orang tuanya dengan cara memberikan penghasilannya untuk dipakai membeli rumah. Dalam keadaan tidak fokuspun, Itang sudah punya gerai di Pasaraya Blok M dan merupakan perancang mode pertama yang masuk ke pusat perbelanjaan modern itu. Itang mengutarakan bahwa ia memang punya hubungan yang baik dengan pengusaha A. Latief saat itu. Sebenarnya pada masa itu ia pernah mempunyai butik di daerah Kebayoran Baru, tapi kemudian ia tutup karena kondisi dirinya yang tidak seratus persen di bidang mode. Disamping menyanyi, adakalanya iapun diminta Pangeran Brunei untuk membuatkan pakaian dengan hasil rancangannya.
Setelah itu Itang benar-benar shifting dan sangat fokus akan profesinya sebagai perancang mode. Selama 4 tahun berturut-turut sejak 1991, Itang selalu menjadi pemenang perancang mode terbaik Indonesia. Inilah turning point Itang guna makin memantapkan posisinya sebagai perancang mode papan atas di Indonesia. Iapun merasa berterima kasih atas ‘sentilan’ sang pengamat mode Cynthia Sujanto.
Menikah dengan Yeni Mulyani, mereka dikaruniai sepasang anak laki-laki dan perempuan. Selepas melahirkan anak kedua, Yeni memutuskan untuk berhijab dan sejak itu pula Itang mendedikasikan dirinya merancang busana muslim.
Menurut pendapat Itang, para pendahulunya dalam busana muslim seperti Ida Royani dan Ida Leman menghadirkan gaya busana yang berlapis-lapis atau bertumpuk-tumpuk dan terkesan gedombrongan. Itang sempat ragu dan khawatir untuk mulai fokus ke rancangan busana muslim, tapi berkat Allah SWT semata, ia diberikan banyak kemudahan dalam menjalankannya. Itang menegaskan bahwa ide merancang busana muslim ia dapatkan dari ketekunannya mengikuti tren mode dunia.
‘Tatum’ adalah label pertama yang ia rilis, di mana fokusnya busana muslim untuk para profesional yang bekerja di lingkungan perkantoran. Ia melahirkan ‘Tatum’ setelah melihat perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Ia melihat ada banyak wanita berhijab, tapi mereka tak tahu blazer macam apa yang pantas dikenakan, misalnya.

Soal membuat baju koko yang kemudian diberi label ‘Preview’, ia melihat ada peluang bisnis karena pada saat itu Ustad Jeffry Al Bukhori atau lebih beken dipanggil Uje, sedang naik daun. Setelah itu semua orang minta dibuatkan baju koko. Dinamai ‘Preview’ karena memang rancangan baju koko yang paling awal. Ia bermitra dengan Rizal, yang masih ada hubungan keluarga dengannya guna mengelola bisnis ‘Preview’ secara total. Itang hanya fokus pada rancangannya. Tapi semua keputusan pantas atau tidaknya untuk dijual ada pada Rizal, walaupun menurut Itang rancangannya pantas dipasarkan.

‘Marrakech’ sebenarnya adalah bisnis keluarga bersama saudara-saudara kandungnya dalam bentuk busana muslim berbahan kaos dengan gaya rancang muda. Dengan usaha-usaha yang dijalankannya ini, sesungguhnya Itang ingin merangkul semua kalangan. Nama ‘Marrakech’ sendiri ia ambil dari nama kota di Maroko yang pernah dikunjunginya. Itang sangat mengagumi keindahan kota itu dan memberikan kesan yang mendalam baginya. Karena mustahil baginya mempunyai rumah di Marrakech sana, sehingga Itang mengabadikan kenangan indah itu sebagai label rancangannya.


Bagi Itang Yunasz, ilham untuk rancangannya bisa datang disembarang tempat dan setiap waktu. Juga, bisa muncul di kamar mandi. Tapi apa saja yang dilakukannya di sana, sehingga ia bisa berlama-lama? Ternyata bukan sekadar mandi atau buang air. “Selepas bepergian, semua hal terekam dalam pikiran,” paparnya. “Bila sedang duduk di kloset atau berendam, saya memejamkan mata. Biasanya, ide-ide akan timbul. Lalu saya tumpahkan lewat gambar pada secarik kertas,” imbuh Itang lagi. Karena itu kamar mandinya berukuran hampir sebesar kamar tidurnya. Di kamar mandi kadang ia menyalakan lilin, sambil berendam di bath tub atau sambil mendengarkan lagu.
Dari kedua orang tuanya, Itang diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu dan satu lagi yang dipentingkan adalah agama. Kedua orang tuanya senantiasa menanamkan pentingnya melaksanakan sholat dan selalu berbuat baik kepada orang lain, misalnya saja berzakat.
Umroh pertama kali dialaminya saat Itang sedang menerima undangan peragaan karya busananya di Jeddah, Saudi Arabia. Pada saat pelaksanaan peragaan sebagai pria, Itang dilarang berada di belakang panggung karena itu blessing in disguise bahwa ia bisa menunaikan ibadah umroh untuk pertama kali.
Saat melihat Ka’bah, Itang merasa takjub karena sebelumnya hanya bisa dilihat dari gambar saja. Ia tak kuasa menahan tetesan air matanya karena merasa tergetar hatinya menatap langsung Ka’bah. Saat menginjak usia 30 tahun, ia memutuskan untuk menunaikan ibadah haji dan niatnya itu sempat ditentang oleh sahabat-sahabat dekatnya mengingat ia masih muda usianya.
Nawaitu-nya begitu kuat, Itangpun pergi menunaikan Rukun Islam yang kelima tersebut. Ia mengakui bahwa sebenarnya ia takut terbang dengan pesawat udara, karena itu ia merasa khawatir akan adanya guncangan selama penerbangan. Boarding pass yang diterimanya ternyata mencantumkan nomor 52 dan ia berasumsi akan dapat tempat duduk di bagian belakang pesawat. Semua ketakutannya sirna seketika, karena tempat duduknya ada di lantai 2 pesawat berbadan lebar Boeing 747 dengan kursi yang nyaman. Yang menarik lagi ia duduk bersebelahan dengan almarhum Bapak Munawir Sjadzali, Menteri Agama saat itu. Itang merasa bersyukur atas nikmat Allah, karena sejak di Jakarta saja ia sudah mendapatkan kemudahan. Nikmat Allah yang berkelanjutan ia terus dapatkan selama menunaikan ibadah haji perdananya ini. Dan hingga saat ini ia sudah 3 kali berhaji dan yang terakhir menjalankannya bersama istri tercintanya, Yeni di musim haji yang lalu.
Itulah sosok Itang Yunasz yang senantiasa ingin berbagi dengan orang lain melalui bakat besarnya pemberian Allah SWT di bidang perancangan busana. Itang adalah pribadi yang cerdas, hangat dan terbuka dalam berkomunikasi. Iapun kentara sekali sebagai pribadi yang tanggap dan kreatif dalam menekuni segmen busana muslim sebagai bentuk giving-nya kepada banyak orang untuk tampil Islami sekaligus modern, meskipun di sisi lain ia tetap merasa prihatin atas carut marut kondisi negaranya yang semakin kusut di berbagai lini kehidupan.
Sumber : http://www.tnol.co.id/
Foto Courtessy Itang Yunasz
»»  NEXT...

Link Otomatis

Red Bow Tie