Saqueena Kioko Haruko
- Bagi masyarakat umum, gaun pernikahan modern yang dikenal biasanya
berwarna putih. Tanpa memiliki motif, gaun ini cenderung menggunakan
manik-manik, bordir, atau payet di permukaannya.
Konsep gaun pengantin yang itu-itu saja membuat desainer muda Ristya Stefanie memunculkan sesuatu yang berbeda. Ristya menciptakan gaun pernikahan berkonsep batik. Bukan kain batik sebagai bawahan atau sarung untuk paduan kebaya pernikahan yang ditawarkan Ristya, melainkan kain batik yang disulap menjadi gaun pengantin.
Konsep gaun pengantin yang itu-itu saja membuat desainer muda Ristya Stefanie memunculkan sesuatu yang berbeda. Ristya menciptakan gaun pernikahan berkonsep batik. Bukan kain batik sebagai bawahan atau sarung untuk paduan kebaya pernikahan yang ditawarkan Ristya, melainkan kain batik yang disulap menjadi gaun pengantin.
Di gaun itu dia juga tidak
hanya mengaplikasikan batik pada sebagian permukaan. Dari sisi atas
gaun, rok, sampai ke buntutnya, Ristya menggunakan kain batik. "Kain
batik itu milik Indonesia, kenapa orang Indonesia tidak menggunakan
batik di hari spesialnya," kata Ristya, Rabu, 22 Februari 2012.
Biar tidak melulu warna putih, Ristya pun berani bermain warna. Dari tujuh gaun pernikahan ala batik yang diciptakannya, hampir semua bernuansa jauh dari putih. Seperti biru, hijau, marun, dan emas. "Ada satu gaun yang tetap putih tapi bagian roknya disisipkan kain batik," ujarnya.
Agar bentuk gaun pernikahan batik layaknya gaun modern, perempuan 25 tahun itu tidak menggunakan batik tulis atau kain katun. Yang dia pakai adalah batik cap di atas kain sutra atau satin. Kenapa menggunakan batik cap? "Kalau batik tulis, kainnya lebih kaku. Jadi bentuk gaun tidak bisa jatuh seperti gaun pernikahan modern," ujarnya.
Ristya tidak membeli material batiknya di pasar kain biasa. Dia memiliki sejumlah perajin batik yang dapat melayani pesanan motif dan warna sesuai dengan pilihannya. Karena itu batik Ristya tidak mempunyai kembaran di pasaran batik.
Paling bingung, kata Ristya, kalau ada yang memesan warna kain yang aneh-aneh seperti baby pink. "Warna itu tidak bisa didapat karena satu kain batik itu dicelupin berbagai warna, susah," ujarnya.
Konsep gaun pengantin batik ini telah populer di masyarakat Surabaya dan Yogyakarta. Kini Ristya mencoba merambah ke pasar Jakarta. Untuk sebuah gaun pengantin Ristya melepaskannya dengan harga sewa sekitar Rp 10 juta dan Rp 30 juta jika memesan secara khusus.
Meski berkonsep modern, gaun buatannya bisa dipadankan dengan konde Jawa yang menggunakan rias paes atau jilbab. "Gaun memang modern, tapi karena batik jadi bisa tetap tradisional," ujarnya.
Biar tidak melulu warna putih, Ristya pun berani bermain warna. Dari tujuh gaun pernikahan ala batik yang diciptakannya, hampir semua bernuansa jauh dari putih. Seperti biru, hijau, marun, dan emas. "Ada satu gaun yang tetap putih tapi bagian roknya disisipkan kain batik," ujarnya.
Agar bentuk gaun pernikahan batik layaknya gaun modern, perempuan 25 tahun itu tidak menggunakan batik tulis atau kain katun. Yang dia pakai adalah batik cap di atas kain sutra atau satin. Kenapa menggunakan batik cap? "Kalau batik tulis, kainnya lebih kaku. Jadi bentuk gaun tidak bisa jatuh seperti gaun pernikahan modern," ujarnya.
Ristya tidak membeli material batiknya di pasar kain biasa. Dia memiliki sejumlah perajin batik yang dapat melayani pesanan motif dan warna sesuai dengan pilihannya. Karena itu batik Ristya tidak mempunyai kembaran di pasaran batik.
Paling bingung, kata Ristya, kalau ada yang memesan warna kain yang aneh-aneh seperti baby pink. "Warna itu tidak bisa didapat karena satu kain batik itu dicelupin berbagai warna, susah," ujarnya.
Konsep gaun pengantin batik ini telah populer di masyarakat Surabaya dan Yogyakarta. Kini Ristya mencoba merambah ke pasar Jakarta. Untuk sebuah gaun pengantin Ristya melepaskannya dengan harga sewa sekitar Rp 10 juta dan Rp 30 juta jika memesan secara khusus.
Meski berkonsep modern, gaun buatannya bisa dipadankan dengan konde Jawa yang menggunakan rias paes atau jilbab. "Gaun memang modern, tapi karena batik jadi bisa tetap tradisional," ujarnya.
Motif
batik tradisional klasik umumnya memiliki makna filosofis. Bahkan
ketika kita berkunjung ke daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, setiap
gambar memiliki makna. Beberapa jenis motif batik memiliki makna sakral
dan penuh harapan bagi upacara pernikahan, antara lain:
Sawitan Kembar
Sawitan Kembar adalah motif sepasang batik yang sama dan dikenakan oleh kedua mempelai dalam upacara pernikahan. Motifnya antara lain Sido Mukti, Sido Asih, Sido Mulyo, dan Sido Luhur.
Sido Mukti
Dalam bahasa Jawa, Sido berarti terus menerus atau menjadi; sedangkan Mukti berarti hidup berkecukupan dan kebahagiaan. Makna dari motif ini adalah harapan akan masa depan yang baik dan penuh kebahagiaan bagi kedua mempelai.
Sido Asih
Selain Sido Mukti terdapat pula motif Sido Asih yang juga dipenuhi dengan harapan filosofis bagi kedua mempelai. Asih dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang. Makna dari motif Sido Asih adalah harapan akan masa depan yang penuh kasih sayang.
Sido Mulyo
Motif yang tak kalah populer adalah Sido Mulyo yang berarti kehidupan dalam kemuliaan.
Sido Luhur
Sedangkan motif Sido Luhur yang berarti dalam hidup dengan senantiasa berbudi luhur.
Ratu Ratih-Semen Rama
Ratu Ratih dan Semen Rama bukan merupakan batik kembar sepasang (sawitan), namun kedua motif ini biasa dipakai oleh pasangan pengantin sebagai perlambang kesetiaan seorang istri kepada suaminya.
Truntum
Bagi kedua orangtua mempelai, juga terdapat motif khusus yang sarat harapan antara lain Truntum. Truntum bisa juga diartikan sebagai menuntun. Makna motif batik Truntum adalah menuntun kedua mempelai dalam memasuki lika-liku kehidupan berumah tangga.
Sido Wirasat
Wirasat berarti nasehat. Dalam motif Sido Wirasat terdapat juga kombinasi motif truntum di dalamnya. Motif ini melambangkan orangtua yang aka selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga.
Sawitan Kembar adalah motif sepasang batik yang sama dan dikenakan oleh kedua mempelai dalam upacara pernikahan. Motifnya antara lain Sido Mukti, Sido Asih, Sido Mulyo, dan Sido Luhur.
Sido Mukti
Dalam bahasa Jawa, Sido berarti terus menerus atau menjadi; sedangkan Mukti berarti hidup berkecukupan dan kebahagiaan. Makna dari motif ini adalah harapan akan masa depan yang baik dan penuh kebahagiaan bagi kedua mempelai.
Sido Asih
Selain Sido Mukti terdapat pula motif Sido Asih yang juga dipenuhi dengan harapan filosofis bagi kedua mempelai. Asih dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang. Makna dari motif Sido Asih adalah harapan akan masa depan yang penuh kasih sayang.
Sido Mulyo
Motif yang tak kalah populer adalah Sido Mulyo yang berarti kehidupan dalam kemuliaan.
Sido Luhur
Sedangkan motif Sido Luhur yang berarti dalam hidup dengan senantiasa berbudi luhur.
Ratu Ratih-Semen Rama
Ratu Ratih dan Semen Rama bukan merupakan batik kembar sepasang (sawitan), namun kedua motif ini biasa dipakai oleh pasangan pengantin sebagai perlambang kesetiaan seorang istri kepada suaminya.
Truntum
Bagi kedua orangtua mempelai, juga terdapat motif khusus yang sarat harapan antara lain Truntum. Truntum bisa juga diartikan sebagai menuntun. Makna motif batik Truntum adalah menuntun kedua mempelai dalam memasuki lika-liku kehidupan berumah tangga.
Sido Wirasat
Wirasat berarti nasehat. Dalam motif Sido Wirasat terdapat juga kombinasi motif truntum di dalamnya. Motif ini melambangkan orangtua yang aka selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga.
0 comments:
Post a Comment